KEUSKUPAN LARANTUKA
- KELOMPOK KELUARGA BERDOA
Gereja tidak hanya diartikan sebagai sebuah gedung atau bangunan tempat umat Allah beribadah, namun gereja secara luas memiliki makna sebagai kumpulan orang yang dipilih dan dikhususkan Allah untuk diselamatkan. Makna inilah yang mendorong ± 12 Kepala Keluarga yang mendiami wilayah Pada sejak tahun 1969 untuk memadahkan syukur pujian kepada Allah Bapa pada setiap hari minggu, walaupun dalam nuansa yang sangat sederhana dengan seribu satu kekurangan fasilitas dan sumber daya. Mereka adalah kelompok penggarap kebun yang bersepakat sebagai kelompok doa, tanpa sebelumnya diketahui pastor paroki setempat, karena memang kala itu aksesibilitasnya sangat terbatas baik jangkauan ke stasi maupun sumberdaya yang lain.
Dalam melaksanakan ibadah hari Minggu, umat yang mayoritas berasal dari desa Puka Ona-pulau Adonara-Flores Timur, Tanjung Bunga-Daratan Flores-Flores Timur, dan Atadei ini melaksanakan ibadah hari Minggu di sebuah gedung pertemuan. Bangunan ini didirikan sebagai tempat pertemuan masyarakat dari beberapa keluarga penggarap manakala ada kunjungan dari pemerintah atau yang berasal dari pihak Gereja, akan tetapi dimanfaatkan juga untuk melakukan ibadat hari Minggu yang dipimpin oleh seorang tokoh umat saat itu bernama Petrus Laga Lamawato.
Salah satu pandangan sederhana beliau yang sangat mengikat dan harus diikuti oleh seluruh umat adalah menerapkan satu aturan yang mengatur tentang kehadiran umat, yakni barang siapa yang tidak mengikuti ibadat pada hari Minggu, maka yang bersangkutan harus memberikan sumbangan sebesar Rp100,- ( seratus rupiah ), sebagai salah satu sumber dana untuk kemudian membangun fondasi gedung gereja dengan ukuran 24m x 12m pada tahun 1992.
Jumlah keuarga pada tahun 1992 meningkat menjadi 25 Kepala Keluarga Katolik, dengan tenaga kerja produktif sebanyak 42 orang. Sebelum fondasi gereja ini dibangun oleh umat yang ada saat itu, sudah beberapa kali didirikan bangunan darurat sebagai Kapela untuk beribadat, berdinding dan beratapkan daun kelapa. Yang memprihatinkan adalah ketika musim kemarau tiba, bangunan darurat ini selalu saja menjadi sasaran empuk lalapan api ketika kebakaran padang merambat di wilayah ini.
Bapak Petrus pun tidak tinggal diam dan tidak hanya bergerak sendiri memimpin beberapa umat dari beberapa keluarga ini, namun beliau tidak henti-hentinya mengambil waktu luang untuk menemui bapak Pastor Paroki Sta. Maria Benneaux Lewoleba agar bapak pastor dapat melakukan pelayanan iman bagi mereka di sana. Sehingga pelayanan iman bagi mereka pun dapat dilaksanakan walaupun sekali dalam 2-3 bulan. Mirisnya ketika bangunan ini terbakar api, pelayanan iman hanya bisa dilakukan pada malam hari di rumah yang sangat sederhana berupa pondok, karena pada siang hari umat setempat harus bekerja di ladang tani. Apalagi ketika musim hujan tiba, banjir meluap di kali mati Pada, maka terpaksa pastor harus menginap di pondok umat Katolik.
Atas keprihatinan ini maka oleh semangat dan kerja sama yang ketat, mereka berjuang untuk segera membangun fondasi kapela agar statusnya dapat manjadi sebuah komunitas yang dahulu disebutnya sebagai Kontas Gabungan. Sehingga setiap ibadatnya pun disebut sebagai Doa Gabungan. Dan puji Tuhan semangat inipun terkabul. Kemudian nomenklaturnya berubah maka Gabungan ini pun berubah nama menjadi Komunitas Basis Gerejani (KBG).
Untuk menghargai peran bapak Petrus Laga Lamawato, terutama semangatnya dalam mendorong umat untuk tetap melaksanakan ibadat pada hari Minggu walaupun dengan cara yang sederhana dan dalam kapela yang sederhana, juga perannya mendorong umat untuk mencari dana sebagai upaya untuk merealisasikan rencana membangun fondasi gereja, maka setelah fondasi gereja dikerjakan dan diberkati oleh Bapak Uskup Larantuka, umat bersepakat memberi nama pelindung gereja ini dengan Santu Petrus, karena dengan ketokohan St. Petrus menjadi spirit iman umat di Pada dalam karya perluasan Kerajaan Allah di Pada. Niat luhur ini dikabulkan oleh Allah Tri Tunggal Yang Maha Kudus, sehingga rencana ini dapat terealisasi. Maka dengan demikian pada mulanya hanya merupakan kelompok doa bagi 12 kepala keluarga, kemudian meningkat menjadi Komunitas Basis Gerejani (KBG) St. Petrus Pada, berjumlah 25 Kepala Keluarga, dan puji Tuhan meningkat statusnya menjadi Lingkungan St. Petrus Pada. Kemudian akhirnya ditetapkan statusnya menjadi stasi yang diberi nama Stasi St. Petrus Pada, sebagai bagian dari wilayah provinsial SVD di Paroki St. Arnoldus Janssen Waikomo.
- PERKEMBANGAN GEREJA SETELAH OTONOMI
Stasi St. Petrus Pada yang berada dalam wilayah Paroki St. Arnoldus Janssen Waikomo, merupakan salah satu stasi luar paroki, berada di bagian barat pusat paroki dengan jarak tempuh untuk pelayanan pastoral ± 2 Km dari pusat paroki. Gereja stasi St. Petrus Pada dibangun pada tahun 2000 bersamaan dengan terbangunnya Resetlement darurat / Rumah Sangat Sederhana (RSS) bagi penduduk lokal dan para pengungsi Timor Timur dan Ambon pasca kerusuhan, yang dipulangkan oleh pemerintah RI ke daerah asal masing-masing. Luas bangunan gereja dimaksud memiliki volume sebesar 312 m2 .
Jumlah umat yang ada di stasi St. Petrus Pada saat itu meningkat drastis ketika datangnya para eksodus Timor Timur dan Ambon hingga mencapai 1.156 orang yang terdiri dari 185 Kepala Keluarga.
- PERKEMBANGAN GEREJA TERKINI SEJAK TAHUN 2020
Dalam perjalanan hidup menggereja, seiring majunya IPTEK, semua umat yang terdiri dari berbagai etnis ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik kemajuan di bidang religius maupun jumlah umat.
Untuk peningkatan reksa pastoral dan pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan keuskupan masa kini, maka oleh Yang Mulia Bapak Uskup Larantuka Mgr. Frans Kopong Kung, Pr memandang perlu paroki St. Arnoldus Janssen Waikomo harus dimekarkan karena situasi dan kebutuhan khusus. Dengan demikian perlu dibuat restrukturisasi wilayah-wilayah dan pemekaran Paroki St. Arnoldus Janssen Waikomo menjadi paroki, sehingga Yang Mulia bapak Uskup Larantuka Mgr. Frans Kopong Kung, Pr memutuskan untuk memekarkan Stasi Pada dari Paroki St. Arnoldus Janssen Waikomo, berdiri sendiri dan meningkat statusnya menjadi Paroki.
Maka atas dasar dekrit Konsili Vatikan II “Christus Dominus” tentang Tugas Kegembalaan Para Uskup Nomor 32 mengenai Pendirian Atau Peniadaan Paroki-Paroki, dan Kitab Hukum Kanonik Nomor 51582, serta Pertimbangan dan dukungan Dewan Imam Keuskupan Larantuka, sehingga tepat pada tanggal 24 Januari 2020, Yang Mulia Bapak Uskup Larantuka Mgr. Frans Kopong Kung, Pr menetapkan untuk mendirikan secara Kanonis PAROKI PADA dengan pelindung St. Fransiskus dari Sales, yang melingkupi wilayah:
- Stasi St. Petrus Pada
- Stasi St. Theresia Kanak-Kanak Yesus Waijarang
- Stasi Hati Kudus Yesus Belang
- Stasi St. Petrus Labanobol
- Lingkungan Lapas Lewoleba
Sehingga dengan demikian maka stasi St. Petrus Pada mengalami peningkatan status terakhir menjadi Paroki dengan nama Paroki St. Fransiskus de Sales Pada, dan terpisah dari provinsial SVD kemudian menjadi profinsial MSFS, dan langsung menempatkan missionaris seorang pastor paroki dan 2 (dua) orang Pastor rekan yang berasal dari negara India untuk berkarya dan melakukan pelayanan pastoral di paroki baru St. Fransiskus de Sales Pada, wilayah Dekenat Lembata, Keuskupan Larantuka.
- PAROKI ST. FRANSISKUS de SALES
Dengan berubahnya kanosisasi status pendirian yang dimulai dari kelompok doa Kontas Gabungan, Komunitas Basis Gerejani, Lingkungan, Stasi dan akhirnya menjadi paroki yang diberi nama santu pelindungnya St. Fransiskus de Sales. maka semangat iman umat di paroki ini pun semakin teguh pula, seiring dengan niatnya sejak jemaat perdana paroki ini. Dan dengan demikian paroki baru dibawa kendali missionaris Fransiskus de Sales (konggregasi MSFS) ini, kemudian berdiri sebagai paroki bungsu di dekenat Lembata, yang berkarya di (3) Stasi dan (7) Lingkungan, dan merayakan ulang tahun pendiriannya setiap tanggal 24 Januari yang bertepatan dengan ulang tahun berdirinya Konggregasi MSFS. Pastor Paroki dan Tim Pastor yang berasal dari negara India ini walau pun masih melakukan penyesuaian termasuk bagaimana harus bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, namun para pastor MSFS ini tetap semangat dan antusias melakukan pelayanan iman pastoral di wilayah kerjanya yang ditetapkan dengan Keputusan Uskup Larantuka.
Katakan saja belum berumur setahun jagung, kemudian pada tanggal, 24 Oktober 2022 atas titah tarekat MSFS, didirikanlah sebuah seminari di paroki St. Fransiskus de Sales Pada dengan nama Seminari MSFS Pada, diresmikan oleh provinsial superior MSFS India, P. Suresh Babu, MSFS yang dihadiri langsung oleh Yang Mulia bapak Uskup Larantuka Rm. Frans Kopong Kung, Pr dalam misa peresmian pendirian seminari dimaksud.
Demikian sekilas sejarah berdirinya Paroki St. Fransiskus de Sales Pada, wilayah dekenat Lembata, keuskupan Larantuka, Indonesia.
***
