(Refleksi advent Wong Kenthir yang Juga Pendosa)

Oleh Sunu Setyonugroho
Heh, para sobat pendosa yang terkasih!
Mumpung lagi masa Adven, lilin ungu sudah nyala, mari kita ngaca dulu sebentar sebelum sibuk nyiapin baju baru buat Natal.
Coba deh kita tengok kanan-kiri pas lagi Misa. Wah, pemandangannya indah ya? Wangi-wangi, rapi jali. Ada Bapak Dewan Paroki yang jalannya dibusung-busungin kayak ayam jago baru menang taruhan. Ada para Asisten Imam (Prodiakon) di altar, duduk manis dengan jubah putih bersih, muka diset mikir keras seolah lagi rapat anggaran sama Malaikat Gabriel. Ada juga Ketua Lingkungan yang merasa power-nya setara Camat.
Tapi mari kita jujur, sebentar saja. Jangan tipu-tipu Tuhan, Dia nggak mempan di-prank.
Gereja itu isinya bukan kumpulan orang suci yang sudah siap diangkat ke surga jalur prestasi. Gereja itu aslinya adalah Rumah Sakit Jiwa rohani. Isinya orang sakit semua! Kita ini kumpulan orang cacat moral yang lagi antre berobat jalan ke Dokter Agung, yaitu Yesus.
Jadi, tolong ya, buat Bapak/Ibu pejabat gereja atau aktivis yang duduk di kursi VIP… Turunkan dagu kalian! Jangan mendongak terlalu tinggi, nanti kesandung jubah sendiri malah nyungsep. Mentang-mentang punya jabatan, merasa lebih mulia dari umat yang duduk di pojokan dekat pintu? Merasa lebih suci dari mas-mas bertato yang datang telat pas Kyrie?
Halah, prett!
Dosa kita itu sama-sama busuk, cuma beda kemasannya doang, Bos!
– Si umat biasa mungkin dosanya mabuk ciu, judi slot, atau mulut bonbin.
– Lha situ yang jabatannya mentereng? Dosanya mungkin korupsi waktu, gila hormat, manipulasi dana paroki, atau hobi ngegosipin Romo di grup WhatsApp.
Ingat injil Lukas 18:9-14? Itu ayat paling nampol buat kita yang sok iye.
Si Farisi doa sambil pamer CV rohani: “Tuhan, terima kasih aku bukan perampok, bukan pezinah, aku rajin puasa.”
Sementara si pemungut cukai di belakang cuma berani nunduk mukul dada: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.”
Hasilnya? Kata Yesus: “Orang ini (si pendosa) pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, sedang orang lain itu (si pejabat agama) tidak.” Jleb ! Rasain tuh. Yesus itu muak sama orang yang luarnya kayak kuburan dicat putih bersih, tapi dalamnya isinya tulang belulang busuk (Matius 23:27).
Terus, apa hubungannya sama Adven?
Nah, Adven ini kan masa penantian. Tapi ingat, yang kita nanti itu Bayi Yesus yang lahir di KANDANG , bukan di Presidential Suite hotel bintang lima, bukan juga di ruang rapat Dewan Paroki yang ber-AC dingin.
Kandang itu tempat apa? Tempat hewan. Bau, kotor, berantakan, dan nggak aesthetic sama sekali. Itu gambaran paling jujur dari hati kita.
Yesus carinya kandang, Bos. Kalau hati kalian terlalu bersih kayak ruang operasi karena kebanyakan polesan pencitraan, dan terlalu tinggi gengsinya… jangan-jangan Yesus malah males mampir.
Lha wong Dia datang “bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa” (Matius 9:13).
Ingat seruan Yohanes Pembaptis yang khas Adven banget di Lukas 3:5: “Setiap gunung dan bukit akan menjadi rata.”
Hei kalian yang gunung (sombong, merasa pejabat paling berjasa), ratakan tanahmu! Turun ke bawah, napak tanah lagi.
Pintu kandang Betlehem itu pendek. Kalau mau masuk nemuin Bayi Yesus, syaratnya cuma satu: Membungkuk . Nggak peduli situ Romo, Ketua Lingkungan, atau umat biasa, semua harus nunduk. Kalau jalan tegak mendongak karena merasa saleh, dijamin jidat rohaninya benjol kepentok palang pintu.
Jadi, di masa Adven ini, santai saja. Nggak usah pasang muka paling kudus sedunia. Kita ke Gereja tujuannya buat CURHAT bahwa kita ini lemah dan butuh diselamatkan.
Mari rayakan Ekaristi dengan hati yang ” kenthir ” alias gila akan kerendahan hati. Karena hanya orang yang sadar dirinya “kandang bau” yang akan didatangi oleh Sang Juruselamat.
mea culpa, mea culpa mea maxima culpa
(Salahku,Salahku, Salahku Yang Terbesar)
Mlg2Des2025**
<Komsos Paroki SFS Pada_keuskupan Larantuka>